Batu – Pemilihan Wali Kota Batu sudah usai, warga kota Batu telah menjalankan hak politiknya dan tinggal menunggu hasil penghitungan tetap dari KPUD. Pada momen ini, Redaksi Pelita Nusantara Group menyajikan sebuah tulisan, untuk sedikit melihat sedikit kebelakang, bagaimana para bidan melahirkan Kota Madya (Kota Otonom) yang saat ini juga dikenal dengan Kota Wisata Batu.
Batu kota dengan kontur tanah berbukit ini berada di ketinggian 700-1800 Mdpl. Memiliki 3 kecamatan, 5 kelurahan, dan 19 desa dengan luas wilayah 136,74 km². Kota yang pada jaman kolonial dijuluki “Swiss kecil di pulau Jawa” ini, karena alamnya sangat indah dan udaranya sangat sejuk. Bagaimana tidak indah dan sejuk. Kota yang juga dijuluki “Kota Apel” ini. Dikelilingi dengan pegunungan: di utara ada gunung Arjuna dan Welirang, di selatan ada gunung Panderman, di timur nampak gunung Bromo dan disebelah barat ada jajaran bukit yang disebut masyarakat di sana gunung Banyak. Ditambah lagi di sana banyak peninggalan situs-situs budaya.
Batu menjadi kota otonom tidak segampang membalikan telapak tangan. Berawal kota apel ini merupakan bagian dari Kabupaten Malang, lalu beranjak menjadi kota adminstratif dan berdasarkan UU no 11 tahun 2001 Batu menjadi Kota Otonom dan diresmikan pada 17 Oktober 2001.
Dalam proses tersebut tidak terlepas dari kebijakan Gus Dur yang pada waktu itu menjadi Presiden Indonesia. Hal ini terungkap saat Redaksi Pelita Nusantara Group ngobrol santai dengan Haris El Mahdi, Koordinator GUSDURian Batu, di posko Gusdurian Batu. Berikut ungkapnya:
Khusus untuk Kota Batu, Gus Dur mempunyai kontribusi dalam peningkatan status Batu menjadi Kota Otonom/Kota Madya. Waktu itu, terjadi tarik-ulur dari Pemkab Malang. Pihak Pemkab Malang tidak legowo melepas Batu begitu saja. Bahkan, menurut Andrek Prana, “Ada upaya menurunkan kembali status Batu menjadi kecamatan”, padahal saat itu Batu sudah menjadi Kota Administratif (Kotatif). Ujar Haris.
Perjuangan para pelopor pendirian kota Batu disebut Pokja (kelompok kerja) peningkatan status kota Batu dari Kota Administratif menjadi Kota Otonom, dengan Andrek Prana sebagai Ketua Presidium. Perjuangan para pelopor pendiri (perubahan status) Batu, dimulai sejak tahun 1995, dan pada 7 September 1999 bertepatan dengan tanggal lahir Gus Dur baru terbentuk Kelompok Kerja (Pokja) ini.
Perjuangan dan usaha para pelopor pendiri kota Batu dan dengan dukungan warga Batu untuk meningkatkan status Batu, dari Kota Administratif menjadi Kota Otonom, tidak sia-sia. Titik cerah itupun muncul pada saat Gus Dur (ketika itu sebagai Presiden) datang ke Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII), untuk membuka acara Kebaktian Tahunan Nasional (KTN) di tahun 2000.
Pada saat itu, kepada Pdt. Petrus Octavianus, Gus Dur bertanya , “Pak Petrus, apa yang anda minta dari saya selaku Presiden?”
Jawab Pdt. Petrus Octavianus, “Saya tidak minta apa-apa, hanya minta Batu ditetapkan sebagai Kota (red: Kota Otonom/Kota Madya)”. Dan, Gus Dur menyanggupi apa yang diminta Pdt. Petrus Octavianus itu. Waktu itu Gus Dur ke Batu didampingi putrinya Alissa Wahid. Ujar Haris
Lebih lanjut dikatakan koordinator Gusdurian Batu ini kepada Pelita Nusantara Group:
Momentum di YPPII menjadi energi bagi para anggota POKJA untuk semakin bersemangat memperjuangkan Batu menjadi Kota (red. Kota Otonom/Kota Madya). Akhirnya apa yang di nantikan masyarakat Kota Batu terealisasi pada 21 Juni 2001, dengan Presiden Gus Dur menandatangani UU no 11 tahun 2001 Tentang peningkatan status Batu dari Kota Adminstratif menjadi Kota Madya.
Dikutip dari UU No. 11 thn 2001 Tentang Pembentukan Kota Batu. Pasal 4.
Dengan terbentuknya Kota Batu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wilayah Kabupaten Malang dikurangi dengan wilayah Kota Batu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Pasal 5 . Dengan terbentuknya Kota Batu, Kota Administratif Batu dalam wilayah Kabupaten Malang dihapus. (Red)
Menurut Haris El Mahdi. “Tanpa Gus Dur niscaya Batu akan jadi Kota (Kota Otonom/Kota Madya). Karena syarat minimal sebuah Kota Otonom/Kota Madya minimal mempunyai 5 kecamatan. Sementara Batu hanya punya 3 Kecamatan. Sedianya akan menarik Singosari dan Karangploso, tetapi Pemkab Malang tidak mau melepas. Akhirnya, Gus Dur melakukan terobosan hukum, meskipun hanya punya 3 Kecamatan, Batu tetap dinaikkan statusnya menjadi Kota (Otonom/Kota Madya).” Tandas Sang Koordinator GUSDURian Kota Batu. (QQ)